Rabu, 10 Oktober 2012

OPENING,,,


Opening adalah teknik dasar komunikasi dalam konseling yang dipergunakan oleh konselor untuk mengawali hubungan atau melakukan wawancara konseling yang sesungguhnya. Tujuan dilakukannya teknik opening adalah untuk memberikan penghargaan kepada konseli, untuk membangun hubungan yang baik antara konselor dan konseli, untuk menumbuhkan kepercayaan konseli terhadap proses konseling dan kredibilitas konselor, serta untuk menciptakan perasaan aman bagi konseli dalam melakukan konseling.
Teknik opening merupakan teknik dasar yang harus dilakukan oleh konselor, sebab teknik opening akan menentukan kualitas hubungan yang akan terjadi antara konselor dengan konseli. Kualitas hubungan yang positif antara konselor dengan konseli, akan memiliki pengaruh untuk tercapainya tujuan konseling lebih efektif dibandingkan dengan kualitas hubungan yang negatif.

No.
Indikator Teknik Dasar Komunikasi (TDK)
Hal-hal yang harus dilakukan oleh konselor untuk setiap indikator TDK
Skala Keberhasilan Pelaksanaan Tindakan
1
2
3
4
OPENING
a.
Penerapan sifat dasar konselor
EMPATI (EMPHATY)
Suatu keadaan di mana konselor memahami betul apa yang dirasakan oleh konseli dari sudut pandang konseli yang ditanganinya, namun tidak terlarut di dalam perasaan konseli.
1)
Memahami konseli tanpa terlarut dengan perasaan konseli.
a)
Memahami dan merasakan apa yang dirasakan konseli dari sudut pandang konseli (internal frame of reference).




b)
Melihat masalah konseli  seakan-akan (as if) masalahnya sendiri, tanpa melupakan kondisi as if ini.




c)
Mendengarkan dengan hati apa yang disampaikan oleh konseli, namun tetap berpikir menggunakan akal sehat.




d)
Menyingkirkan nilai-nilainya sendiri, tetapi tidak larut dalam nilai-nilai yang dibawa konseli.




2)
Mengetahui batas-batas antara konselor dengan konseli.
a)
Menyadari dan berpegang teguh bahwa dirinya sebagai konselor dan konseli adalah dua orang yang terpisah dengan kehidupan yang terpisah pula.




b)
Mempertahankan batas-batas antara konselor dan konseli sambil tetap mempertahankan kontak emosional.




c)
Memagari diri dari perasaan-perasaan emosional tentang dan terhadap konselinya. Hal ini akan mencegah timbulnya transference dan countertransference serta timbulnya perasaan-perasaan romantis dan ketertarikan seksual pada konseli.




3)
Netral dalam konseling.
a)
Melihat konseli dengan netral dan obyektif.




b)
Memahami tingkah laku konseli tanpa menerapkan value judgement (penilaian).




c)
Menghilangkan rasa jengkel, marah, atau perasaan emosional lainnya saat mendengarkan cerita konseli.




4)
Memandirikan konseli selama konseling.
a)
Membantu konseli untuk mengidentifikasi kelebihan-kelebihan dan kelemahan diri konseli.




b)
Mengenali konseli yang manipulatif (tidak bertindak sesuai dengan yang dipikirkan).




c)
Mengantisipasi kemarahan, frustasi, defensivitas (sikap bergantung) yang kemungkinan akan ditunjukkan oleh konseli.




GENUINENESS, CONGRUENCE, AUTHENTIC
Suatu keadaan di mana konselor dapat bertindak jujur terhadap dirinya sendiri, dan mampu mengekspresikan perasaan yang sebenarnya, tidak ditutup-tutupi.
1)
Menjadi diri sendiri.
a)
1.      Menempatkan diri sebagai professional helper saat konseling.




b)
2.      Memahami kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya, sehingga bisa menerima diri apa adanya.




c)
3.      Menumbuhkan rasa aman pada dirinya sendiri saat membantu konseli.




d)
4.      Menjadi diri sendiri saat konseling. Dalam hal ini, konselor tidak berusaha untuk mengadopsi peranan orang lain, dengan tujuan supaya bisa diterima oleh konselinya.




e)
5.      Memposisikan diri sendiri sebagai reference power, yaitu seseorang yang bisa mendorong internalisasi yang sungguh-sungguh dalam hal perubahan sikap, nilai, dan keputusan konseli.




f)
6.      Menghindari overacting atau berlebihan saat berperan sebagai konselor.




g)
Menunjukkan sikap spontan dalam konseling, namun tidak lepas kontrol atau sembrono.




h)
7.      Menghindari penggunaan defence mechanism (mekanisme pertahanan diri) dan perilaku defensif.




2)
Tulus.
a)
Memberikan bantuan kepada konseli dengan tulus (sincerely), tanpa membeda-bedakan konseli serta masalah yang dihadapi konselinya.




b)
Menjaga kerahasiaan konseli.




c)
Menghormati diri sendiri, khususnya dengan tidak memanfaatkan konseli untuk memuaskan kebutuhannya sendiri (tidak menggunakan konseli hanya sekedar untuk memperkaya kualitas konselingnya).




3)
Menunjukkan kesejatian, keselarasan, dan harmoni diri.
a)
Menunjukkan ekspresi diri baik berupa tingkah laku maupun ucapan verbal sesuai dengan apa yang dirasakannya.




b)
Menyerasikan apa yang dipikirkan, apa yang dirasakan, dan apa yang dialaminya.




c)
Menyadari bahwa apa yang dialami dan dirasakannya, masih berada di dalam jangkauan dan kesadarannya.




d)
Menghindari pertentangan antara nilai dan perilakunya, antara apa yang dipikirkan dengan kata-katanya saat berinteraksi dengan konseli.




4)
Menunjukkan keterbukaan dan transparansi saat proses konseling.
a)
Mengkomunikasikan kepedulian konselor akan konseli dan masalahnya.




b)
Mengkomunikasikan apa yang dirasakannya kepada konseli hanya jika hal itu diperlukan dalam proses konseling.




c)
Membatasi diri, seberapa jauh dan dalam hal apa konselor boleh terbuka terhadap konselinya (appropriate openess).




d)
Menunjukkan sikap tegas dan asertif kepada konseli.




ACCEPTANCE (UNCONDITIONAL POSITIVE REGARD)
Suatu keadaan di mana konselor mampu menerima konselinya apa adanya, tanpa syarat.
1)
Menerima konseli apa adanya dan tanpa syarat.
a)
Memandang konseli sebagai makhluk yang memiliki kelemahan dan kelebihan.




b)
1.      Memahami kebutuhan-kebutuhan konseli.




c)
Menunjukkan sikap netral dan tidak menilai konseli.




2)
Melandasi konseling dengan pandangan positif terhadap konseli.
a)
2.      Memandang konseli sebagai seseorang yang positif, mengalami perubahan, konstruktif, realistis, dan bisa dipercaya.




b)
3.      Memandang konseli sebagai pribadi yang sadar, terarah dari dalam, dan bergerak ke arah aktualisasi diri.




c)
Memberikan kepercayaan pada konseli untuk memilih perkembangan diri mereka.




3)
Menghormati perbedaan.
a)
4.      Menerima berbagai diversitas (keberbedaan) yang ada di sekelilingnya, termasuk perbedaan antara dirinya dengan konseli.




b)
5.      Menyadari bahwa terdapat banyak nilai yang ada di dunia ini, dan memahami bahwa nilai diri konselor bukan merupakan satu-satunya yang paling benar.




c)
6.      Menerima nilai-nilai yang dibawa oleh konseli.




4)
Menunjukkan sikap hangat (warmth) dan hormat (respect) terhadap konseli.
a)
Menghargai keberadaan konseli.




b)
Mengusahakan kesejahteraan psikologis konseli dan tidak mengeksploitasinya selama proses konseling.




c)
Menciptakan suatu hubungan kasih sayang dalam konseling yang punya efek konstruktif pada konseli.




b.
Penyambutan
1.
Menciptakan hubungan baik pada permulaan konseling (rapport).
a)
Menunjukkan kehangatan (warm) dan kepedulian (care).




b)
Menghentikan aktivitas apapun yang sedang dilakukan untuk menyambut kedatangan konseli.




c)
Membukakan pintu.




d)
Menjawab atau mengucap salam.




e)
Menjabat tangan jika memungkinkan.




f)
Mempersilahkan konseli masuk.




g)
Menutup pintu.




h)
Mendampingi konseli berjalan masuk.




i)
Memegang tangan atau merangkul pundak (jika diperlukan dan tidak ada hambatan nilai).




j)
Mempersilahkan konseli memilih tempat duduk sesuai dengan tingkat kenyamanan konseli.




k)
Menyebut nama jika memang hafal dengan nama konseli (salah menyebut nama akan membuat keadaan konseli memburuk).




l)
Memberikan penghargaan atas kedatangan konseli.




m)
Menanyakan kabar.




n)
Menanyakan kenyamanan duduk.




2)
Menunjukkan perilaku attending.




a)
7.      Menggunakan nada suara yang lembut dan menenteramkan.




b)
8.      Memberikan senyum dan menunjukkan minat terhadap apa yang dibawa dan diceritakan konseli.




c)
Memasang ekspresi muka yang menarik (tidak cemberut, tidak memasang tampang galak atau marah).




d)
Menunjukkan kontak mata yang mengisyaratkan perhatian, namun tidak berlebihan.




e)
Menyambut konseli apa adanya dan tidak berlebihan, misalnya terlalu lebar saat tersenyum, terlalu bersemangat dalam berbicara, dsb.




3.
Mampu menciptakan iklim konseling yang mendukung, sehingga bisa mendorong konseli untuk tumbuh dan berkembang dalam proses konseling.
a)
1.      Menumbuhkan kepercayaan, kredibilitas, dan perasaan yakin pada diri konseli untuk melakukan konseling.




b)
Memberikan harapan positif terhadap keberhasilan proses konseling.




c.
Inisiasi Pembicaraan
1)
Menggunakan topik netral untuk meredakan kecemasan awal konseli terhadap proses konseling.
a)
2.      Membicarakan hobi.




b)
3.      Membicarakan cuaca.




c)
4.      Membicarakan topik hangat yang sedang menjadi pembicaraan umum.




d)
Membicarakan kegiatan yang sedang digeluti konseli.




e)
Membicarakan topik netral maksimum selama 3 menit, hanya untuk memecahkan kebekuan.





2)
Klarifikasi tujuan pertemuan.




a)
Menanyakan jam kosong sehingga konseli bisa datang kepada konselor.




b)
Menanyakan kegiatan lain konseli, sehingga konseli bisa datang kepada konselor.




3)
Tidak membicarakan hal-hal yang tidak penting dan tidak mendukung perkembangan pribadi konseli.
a)
Menghindari untuk menceritakan segala sesuatu tentang diri konselor sendiri  secara panjang lebar.




b)
Menghindari untuk membicarakan hal-hal yang tidak mendukung proses konseling, misalnya gosip artis atau hal lain yang tidak ada hubungannya dengan konseling terlalu lama.




d.
Transisi Pembicaraan
1)
Alih Topik.
a)
Mengidentifikasi berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengalihkan topik netral ke dalam pembicaraan dalam setting wawancara konseling yang sesungguhnya.




b)
Mengalihkan topik netral untuk masuk ke inti permasalahan tanpa mengagetkan konseli.





2.
1.      Mengurangi keragu-raguan dalam diri konseli terhadap proses konseling yang akan dilaksanakan.
a)
Mengungkapkan harapan keberhasilan pelaksanaan konseling pada konseli.




b)
Memberikan anjuran pada konseli untuk bekerjasama selama proses konseling.




3.
Meminta kesediaan dan jika perlu mempersuasi konseli supaya bersedia untuk direkam minimal secara audio. Hal ini dimaksudkan supaya konselor mempunyai kesempatan untuk mengkaji ulang permasalahan konseli, sekaligus sebagai bahan untuk evaluasi diri bagi konselor.




4)
Pengembangan topik.
a)
Mengembangkan inti permasalahan ke arah penggalian data yang lebih dalam.




b)
Melakukan eksplorasi masalah konseli.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar