Opening
adalah teknik dasar komunikasi dalam konseling yang dipergunakan oleh konselor
untuk mengawali hubungan atau melakukan wawancara konseling yang sesungguhnya.
Tujuan dilakukannya teknik opening
adalah untuk memberikan penghargaan kepada konseli, untuk membangun hubungan
yang baik antara konselor dan konseli, untuk menumbuhkan kepercayaan konseli
terhadap proses konseling dan kredibilitas konselor, serta untuk menciptakan
perasaan aman bagi konseli dalam melakukan konseling.
Teknik opening merupakan teknik dasar yang harus dilakukan oleh konselor,
sebab teknik opening akan menentukan
kualitas hubungan yang akan terjadi antara konselor dengan konseli. Kualitas
hubungan yang positif antara konselor dengan konseli, akan memiliki pengaruh
untuk tercapainya tujuan konseling lebih efektif dibandingkan dengan kualitas
hubungan yang negatif.
No.
|
Indikator
Teknik Dasar Komunikasi (TDK)
|
Hal-hal yang
harus dilakukan oleh konselor untuk setiap indikator TDK
|
Skala
Keberhasilan Pelaksanaan Tindakan
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
||||
OPENING
|
|||||||
a.
|
Penerapan sifat dasar konselor
|
EMPATI (EMPHATY)
Suatu keadaan di mana konselor memahami betul apa
yang dirasakan oleh konseli dari sudut pandang konseli yang ditanganinya,
namun tidak terlarut di dalam perasaan konseli.
|
|||||
1)
|
Memahami konseli tanpa terlarut dengan perasaan
konseli.
|
||||||
a)
|
Memahami dan merasakan apa yang dirasakan konseli
dari sudut pandang konseli (internal
frame of reference).
|
|
|
|
|
||
b)
|
Melihat masalah konseli seakan-akan (as if) masalahnya sendiri, tanpa melupakan kondisi as if ini.
|
|
|
|
|
||
c)
|
Mendengarkan dengan hati apa yang disampaikan oleh
konseli, namun tetap berpikir menggunakan akal sehat.
|
|
|
|
|
||
d)
|
Menyingkirkan nilai-nilainya sendiri, tetapi tidak
larut dalam nilai-nilai yang dibawa konseli.
|
|
|
|
|
||
2)
|
Mengetahui batas-batas antara konselor dengan
konseli.
|
||||||
a)
|
Menyadari dan berpegang teguh bahwa dirinya sebagai
konselor dan konseli adalah dua orang yang terpisah dengan kehidupan yang
terpisah pula.
|
|
|
|
|
||
b)
|
Mempertahankan batas-batas antara konselor dan
konseli sambil tetap mempertahankan kontak emosional.
|
|
|
|
|
||
c)
|
Memagari diri dari perasaan-perasaan emosional
tentang dan terhadap konselinya. Hal ini akan mencegah timbulnya transference dan countertransference serta timbulnya perasaan-perasaan romantis
dan ketertarikan seksual pada konseli.
|
|
|
|
|
||
3)
|
Netral dalam konseling.
|
||||||
a)
|
Melihat konseli dengan netral dan obyektif.
|
|
|
|
|
||
b)
|
Memahami tingkah laku konseli tanpa menerapkan value judgement (penilaian).
|
|
|
|
|
||
c)
|
Menghilangkan rasa jengkel, marah, atau perasaan
emosional lainnya saat mendengarkan cerita konseli.
|
|
|
|
|
||
4)
|
Memandirikan konseli selama konseling.
|
||||||
a)
|
Membantu konseli untuk mengidentifikasi
kelebihan-kelebihan dan kelemahan diri konseli.
|
|
|
|
|
||
b)
|
Mengenali konseli yang manipulatif (tidak bertindak
sesuai dengan yang dipikirkan).
|
|
|
|
|
||
c)
|
Mengantisipasi kemarahan, frustasi, defensivitas (sikap bergantung) yang kemungkinan
akan ditunjukkan oleh konseli.
|
|
|
|
|
||
GENUINENESS,
CONGRUENCE, AUTHENTIC
Suatu keadaan di mana konselor dapat bertindak jujur
terhadap dirinya sendiri, dan mampu mengekspresikan perasaan yang sebenarnya,
tidak ditutup-tutupi.
|
|||||||
1)
|
Menjadi diri sendiri.
|
||||||
a)
|
1.
Menempatkan
diri sebagai professional helper
saat konseling.
|
|
|
|
|
||
b)
|
2.
Memahami
kelebihan dan kelemahan yang dimilikinya, sehingga bisa menerima diri apa
adanya.
|
|
|
|
|
||
c)
|
3.
Menumbuhkan
rasa aman pada dirinya sendiri saat membantu konseli.
|
|
|
|
|
||
d)
|
4.
Menjadi
diri sendiri saat konseling. Dalam hal ini, konselor tidak berusaha untuk
mengadopsi peranan orang lain, dengan tujuan supaya bisa diterima oleh
konselinya.
|
|
|
|
|
||
e)
|
5.
Memposisikan
diri sendiri sebagai reference power,
yaitu seseorang yang bisa mendorong internalisasi yang sungguh-sungguh dalam
hal perubahan sikap, nilai, dan keputusan konseli.
|
|
|
|
|
||
f)
|
6.
Menghindari
overacting atau berlebihan saat
berperan sebagai konselor.
|
|
|
|
|
||
g)
|
Menunjukkan sikap spontan dalam konseling, namun
tidak lepas kontrol atau sembrono.
|
|
|
|
|
||
h)
|
7.
Menghindari
penggunaan defence mechanism
(mekanisme pertahanan diri) dan perilaku defensif.
|
|
|
|
|
||
2)
|
Tulus.
|
||||||
a)
|
Memberikan bantuan kepada konseli dengan tulus (sincerely), tanpa membeda-bedakan
konseli serta masalah yang dihadapi konselinya.
|
|
|
|
|
||
b)
|
Menjaga kerahasiaan konseli.
|
|
|
|
|
||
c)
|
Menghormati diri sendiri, khususnya dengan tidak memanfaatkan
konseli untuk memuaskan kebutuhannya sendiri (tidak menggunakan konseli hanya
sekedar untuk memperkaya kualitas konselingnya).
|
|
|
|
|
||
3)
|
Menunjukkan kesejatian, keselarasan, dan harmoni
diri.
|
||||||
a)
|
Menunjukkan ekspresi diri baik berupa tingkah laku
maupun ucapan verbal sesuai dengan apa yang dirasakannya.
|
|
|
|
|
||
b)
|
Menyerasikan apa yang dipikirkan, apa yang
dirasakan, dan apa yang dialaminya.
|
|
|
|
|
||
c)
|
Menyadari bahwa apa yang dialami dan dirasakannya,
masih berada di dalam jangkauan dan kesadarannya.
|
|
|
|
|
||
d)
|
Menghindari pertentangan antara nilai dan
perilakunya, antara apa yang dipikirkan dengan kata-katanya saat berinteraksi
dengan konseli.
|
|
|
|
|
||
4)
|
Menunjukkan keterbukaan dan transparansi saat proses
konseling.
|
||||||
a)
|
Mengkomunikasikan kepedulian konselor akan konseli
dan masalahnya.
|
|
|
|
|
||
b)
|
Mengkomunikasikan apa yang dirasakannya kepada
konseli hanya jika hal itu diperlukan dalam proses konseling.
|
|
|
|
|
||
c)
|
Membatasi diri, seberapa jauh dan dalam hal apa
konselor boleh terbuka terhadap konselinya (appropriate openess).
|
|
|
|
|
||
d)
|
Menunjukkan sikap tegas dan asertif kepada konseli.
|
|
|
|
|
||
ACCEPTANCE
(UNCONDITIONAL POSITIVE REGARD)
Suatu keadaan di mana konselor mampu menerima
konselinya apa adanya, tanpa syarat.
|
|||||||
1)
|
Menerima konseli apa adanya dan tanpa syarat.
|
||||||
a)
|
Memandang konseli sebagai makhluk yang memiliki
kelemahan dan kelebihan.
|
|
|
|
|
||
b)
|
1.
Memahami
kebutuhan-kebutuhan konseli.
|
|
|
|
|
||
c)
|
Menunjukkan sikap netral dan tidak menilai konseli.
|
|
|
|
|
||
2)
|
Melandasi konseling dengan pandangan positif
terhadap konseli.
|
||||||
a)
|
2.
Memandang
konseli sebagai seseorang yang positif, mengalami perubahan, konstruktif,
realistis, dan bisa dipercaya.
|
|
|
|
|
||
b)
|
3.
Memandang
konseli sebagai pribadi yang sadar, terarah dari dalam, dan bergerak ke arah
aktualisasi diri.
|
|
|
|
|
||
c)
|
Memberikan kepercayaan pada konseli untuk memilih
perkembangan diri mereka.
|
|
|
|
|
||
3)
|
Menghormati perbedaan.
|
||||||
a)
|
4.
Menerima
berbagai diversitas (keberbedaan) yang ada di sekelilingnya, termasuk
perbedaan antara dirinya dengan konseli.
|
|
|
|
|
||
b)
|
5.
Menyadari
bahwa terdapat banyak nilai yang ada di dunia ini, dan memahami bahwa nilai
diri konselor bukan merupakan satu-satunya yang paling benar.
|
|
|
|
|
||
c)
|
6.
Menerima
nilai-nilai yang dibawa oleh konseli.
|
|
|
|
|
||
4)
|
Menunjukkan sikap hangat (warmth) dan hormat (respect)
terhadap konseli.
|
||||||
a)
|
Menghargai keberadaan konseli.
|
|
|
|
|
||
b)
|
Mengusahakan kesejahteraan psikologis konseli dan
tidak mengeksploitasinya selama proses konseling.
|
|
|
|
|
||
c)
|
Menciptakan suatu hubungan kasih sayang dalam
konseling yang punya efek konstruktif pada konseli.
|
|
|
|
|
||
b.
|
Penyambutan
|
1.
|
Menciptakan hubungan baik pada permulaan konseling (rapport).
|
||||
a)
|
Menunjukkan kehangatan (warm) dan kepedulian (care).
|
|
|
|
|
||
b)
|
Menghentikan aktivitas apapun yang sedang dilakukan
untuk menyambut kedatangan konseli.
|
|
|
|
|
||
c)
|
Membukakan pintu.
|
|
|
|
|
||
d)
|
Menjawab atau mengucap salam.
|
|
|
|
|
||
e)
|
Menjabat tangan jika memungkinkan.
|
|
|
|
|
||
f)
|
Mempersilahkan konseli masuk.
|
|
|
|
|
||
g)
|
Menutup pintu.
|
|
|
|
|
||
h)
|
Mendampingi konseli berjalan masuk.
|
|
|
|
|
||
i)
|
Memegang tangan atau merangkul pundak (jika diperlukan dan tidak ada
hambatan nilai).
|
|
|
|
|
||
j)
|
Mempersilahkan konseli memilih tempat duduk sesuai dengan tingkat
kenyamanan konseli.
|
|
|
|
|
||
k)
|
Menyebut nama jika memang hafal dengan nama konseli (salah menyebut
nama akan membuat keadaan konseli memburuk).
|
|
|
|
|
||
l)
|
Memberikan penghargaan atas kedatangan konseli.
|
|
|
|
|
||
m)
|
Menanyakan kabar.
|
|
|
|
|
||
n)
|
Menanyakan kenyamanan duduk.
|
|
|
|
|
||
2)
|
Menunjukkan perilaku attending.
|
|
|
|
|
||
a)
|
7.
Menggunakan
nada suara yang lembut dan menenteramkan.
|
|
|
|
|
||
b)
|
8.
Memberikan
senyum dan menunjukkan minat terhadap apa yang dibawa dan diceritakan konseli.
|
|
|
|
|
||
c)
|
Memasang ekspresi muka yang menarik (tidak cemberut,
tidak memasang tampang galak atau marah).
|
|
|
|
|
||
d)
|
Menunjukkan kontak mata yang mengisyaratkan
perhatian, namun tidak berlebihan.
|
|
|
|
|
||
e)
|
Menyambut konseli apa adanya dan tidak berlebihan, misalnya terlalu lebar saat
tersenyum, terlalu bersemangat dalam berbicara, dsb.
|
|
|
|
|
||
3.
|
Mampu menciptakan iklim konseling yang mendukung,
sehingga bisa mendorong konseli untuk tumbuh dan berkembang dalam proses
konseling.
|
||||||
a)
|
1.
Menumbuhkan
kepercayaan, kredibilitas, dan perasaan yakin pada diri konseli untuk
melakukan konseling.
|
|
|
|
|
||
b)
|
Memberikan harapan positif terhadap keberhasilan
proses konseling.
|
|
|
|
|
||
c.
|
Inisiasi Pembicaraan
|
1)
|
Menggunakan topik netral untuk meredakan kecemasan
awal konseli terhadap proses konseling.
|
||||
a)
|
2.
Membicarakan
hobi.
|
|
|
|
|
||
b)
|
3.
Membicarakan
cuaca.
|
|
|
|
|
||
c)
|
4.
Membicarakan
topik hangat yang sedang menjadi pembicaraan umum.
|
|
|
|
|
||
d)
|
Membicarakan kegiatan yang sedang digeluti konseli.
|
|
|
|
|
||
e)
|
Membicarakan topik netral maksimum selama 3 menit,
hanya untuk memecahkan kebekuan.
|
|
|
|
|
||
2)
|
Klarifikasi
tujuan pertemuan.
|
|
|
|
|
||
a)
|
Menanyakan jam kosong sehingga konseli bisa datang
kepada konselor.
|
|
|
|
|
||
b)
|
Menanyakan kegiatan lain konseli, sehingga konseli
bisa datang kepada konselor.
|
|
|
|
|
||
3)
|
Tidak membicarakan hal-hal yang tidak penting dan
tidak mendukung perkembangan pribadi konseli.
|
||||||
a)
|
Menghindari untuk menceritakan segala sesuatu
tentang diri konselor sendiri secara
panjang lebar.
|
|
|
|
|
||
b)
|
Menghindari untuk membicarakan hal-hal yang tidak
mendukung proses konseling, misalnya gosip artis atau hal lain yang tidak ada
hubungannya dengan konseling terlalu lama.
|
|
|
|
|
||
d.
|
Transisi Pembicaraan
|
1)
|
Alih Topik.
|
||||
a)
|
Mengidentifikasi berapa lama waktu yang diperlukan
untuk mengalihkan topik netral ke dalam pembicaraan dalam setting wawancara konseling yang
sesungguhnya.
|
|
|
|
|
||
b)
|
Mengalihkan topik netral untuk masuk ke inti
permasalahan tanpa mengagetkan konseli.
|
|
|
|
|
||
2.
|
1. Mengurangi
keragu-raguan dalam diri konseli terhadap proses konseling yang akan
dilaksanakan.
|
||||||
a)
|
Mengungkapkan harapan keberhasilan pelaksanaan
konseling pada konseli.
|
|
|
|
|
||
b)
|
Memberikan anjuran pada konseli untuk bekerjasama
selama proses konseling.
|
|
|
|
|
||
3.
|
Meminta
kesediaan dan jika perlu mempersuasi konseli supaya bersedia untuk direkam
minimal secara audio. Hal ini dimaksudkan supaya konselor mempunyai
kesempatan untuk mengkaji ulang permasalahan konseli, sekaligus sebagai bahan
untuk evaluasi diri bagi konselor.
|
|
|
|
|
||
4)
|
Pengembangan topik.
|
||||||
a)
|
Mengembangkan inti permasalahan ke arah penggalian
data yang lebih dalam.
|
|
|
|
|
||
b)
|
Melakukan eksplorasi masalah konseli.
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar