Senin, 08 Oktober 2012

Kedudukan Keterampilan Komunikasi dalam Konseling,,,


Konseling merupakan suatu bentuk kegiatan pemberian bantuan yang bersifat profesional. Dengan demikian, pelaksanaannya perlu dilakukan oleh orang-orang yang terampil di bidangnya, dan harus berdasar pada teori (Mc. Leod. 2006).
Dasar teoritis perlu untuk semua jenis konseling yang efektif. Teori adalah dasar untuk melakukan konseling yang baik. Teori membantu konselor untuk membedakan tingkah laku mana yang normal-rasional dan mana yang abnormal-irrasional. Teori dalam konseling juga membantu konselor untuk memahami penyebab tingkah laku serta sarana untuk mengorganisasi apa yang didapat selama proses konseling (Lesmana, 2006).
Hansen, Stevic, dan Warner (1983) mengatakan :
a.       Teori membantu konselor untuk mendapatkan unitas dan keterhubungan di antara diversitas yang ada.
b.      Teori memaksa konselor untuk memeriksa hubungan-hubungan yang mungkin terlupakan bila tidak dilihat berdasarkan teori.
c.       Teori memberikan konselor tuntunan operasional untuk bekerja dan membantu mereka mengevaluasi perkembangan mereka sendiri sebagai profesional.
d.      Teori membantu konselor untuk memfokuskan pada data yang relevan dan menunjukkan apa yang harus dilihat.
e.       Teori membantu konselor dalam membantu konseli melakukan modifikasi yang efektif dari tingkah lakunya.
f.       Teori membantu konselor mengevaluasi pendekatan-pendekatan yang lama dan yang baru terhadap proses konseling.
Sedangkan Brammer, Abrego, dan Shostrom (1993) melihat fungsi teori sebagai berikut.
a.       Teori membantu menjelaskan apa yang terjadi di dalam suatu hubungan konseling.
b.      Teori membantu konselor dalam membuat prediksi, mengevaluasi, dan meningkatkan hasil konseling.
c.       Teori memberi kerangka kerja untuk membuat observasi ilmiah tentang konseling.
d.      Berteori mendorong koherensi ide tentang konseling dan mendorong produksi ide-ide baru.
e.       Teori konseling membantu memberi arti kepada observasi-observasi yang dibuat konselor.

Tanpa adanya teori, konselor akan bekerja secara sembarangan dengan cara trial and error. Akibatnya, proses konseling akan menjadi tidak efektif dan bahkan merugikan. Teori mempunyai pengaruh terhadap bagaimana konselor akan mengonseptualisasikan komunikasi konseli, bagaimana hubungan interpersonal akan berkembang, bagaimana penerapan etika profesi dan bagaimana konselor memandang dirinya sebagai profesional.
Salah satu teori yang mendasari konseling adalah teori tentang komunikasi dalam pelaksanaan konseling. Konseling tidak sama artinya dengan berbagi cerita atau curhat. Semua yang ada dalam konseling diatur secara sistematis berdasarkan langkah-langkah tertentu, begitu pula komunikasi yang terjalin dalam konseling.
Komunikasi yang terjalin dalam konseling adalah komunikasi interpersonal, yaitu suatu komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih. Suatu komunikasi interpersonal yang efektif ditandai dengan adanya hubungan interpersonal yang efektif pula. Untuk dapat menghasilkan suatu konseling yang baik dan normal, salah satu syarat utamanya adalah konselor harus mampu meningkatkan hubungan interpersonal, sebagai salah satu unsur dari komunikasi interpersonal tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi berhasil atau tidaknya komunikasi interpersonal yang dilakukan dalam konseling (Lesmana, 2006).
Kepercayaan konseli (trust) merupakan faktor yang pertama. Ketika konseli memiliki perasaan bahwa dirinya tidak akan dirugikan, tidak akan dikhianati, tidak akan dipersalahkan, maka kemungkinan besar konseli akan lebih mudah untuk membuka dirinya.
Menurut Lesmana (2006) kepercayaan konseli (trust) itu sendiri bisa diperoleh setelah hal-hal berikut ini ditemukan dalam diri konselor.
a.       Konselor memiliki pengalaman dalam melakukan konseling, bisa diandalkan dalam membantu konseli, jujur, dan konsisten.
b.      Konselor mampu menunjukkan kekuasaan atau kepemimpinannya kepada konseli.
c.       Kualitas komunikasi antara konselor dan konseli menggambarkan adanya keterbukaan antar keduanya. Sehingga maksud dari komunikasi tersebut jelas, harapan pelaksanaan konseling digambarkan dengan tegas, tidak ada sesuatu yang ditutup-tutupi.
Perilaku mendukung merupakan faktor keberhasilan komunikasi yang kedua. Lesmana (2006) menjelaskan bahwa perilaku mendukung bisa dimunculkan oleh konselor kepada konselinya dengan cara sebagai berikut.
a.       Konselor tidak memberikan kecaman atas kelemahan dan kekurangan konseli, akan tetapi melakukan evaluasi dan deskripsi atas apa yang dialami dan dilakukan oleh konseli. 
b.      Konselor bersedia untuk mengkomunikasikan keinginan untuk bekerjasama mencari pemecahan masalah bagi konseli, menetapkan tujuan konseling dan berusaha untuk bersama-sama menentukan cara untuk mencapai tujuan tersebut.
c.       Konselor menunjukkan kejujuran.
d.      Konselor bisa berempati pada konseli.
e.       Konselor tidak mempertegas perbedaan antara dirinya dengan konseli ataupun antara konseli dengan individu yang lain, konselor tidak memandang konseli berdasarkan status yang berbeda, memberikan penghargaan terhadap perbedaan pandangan dan keyakinan antara dirinya dan konseli, serta menjunjung tinggi persamaan.
f.       Konselor bersedia dan tidak malu meninjau kembali pendapatnya sendiri.

Sikap terbuka baik dari konselor maupun konseli merupakan faktor ketiga yang menjadi penyebab keberhasilan komunikasi dalam konseling (Lesmana, 2006). Konselor harus mampu melakukan penilaian secara objektif, mampu melakukan pembedaan dengan mudah atas apa yang diungkapkan oleh konseli, mampu mencari informasi dari berbagai sumber, dan profesional.
Konseli juga harus dapat membuka dirinya kepada konselor, supaya proses konseling bisa berjalan baik. Dalam hal ini tugas konselorlah untuk membantu konseli membuka dirinya, sehingga tidak ada lagi sesuatu yang ditutup-tutupi dalam konseling.
Keadaan seperti yang digambarkan di atas dapat terjadi ketika seorang konselor memiliki keterampilan dasar komunikasi yang baik. Kompetensi komunikasi merupakan sebagian dari kompetensi intelektual yang harus dimiliki oleh konselor, dan merupakan kunci penting keberhasilan dari suatu proses konseling.
Karakteristik keterampilan dasar komunikasi yang dapat membantu mendorong keberhasilan proses konseling menurut Johnson (dalam Supratiknya 1995:11) adalah sebagai berikut.
a.       Kemampuan untuk menyampaikan pikiran dan perasaan.
b.      Kemampuan untuk memahami orang lain.
c.       Kemampuan memberikan dukungan kepada orang lain.
d.      Kemampuan mengungkapkan diri.
Konselor yang efektif harus memiliki keterampilan dasar komunikasi yang disebutkan di atas untuk bisa menciptakan hubungan konseling yang efektif. Tentu saja hal ini tidak bisa langsung terjadi begitu saja. Keterampilan dasar komunikasi sebagai salah satu kompetensi intelektual perlu dilatih dan dididik sedemikian rupa, sehingga bisa membentuk pribadi konselor menjadi pribadi yang berkualitas dan kompeten dalam menyelenggarakan layanan konseling.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar